Wednesday, April 20, 2011

Asal-Usul Orang Bugis

Rabu, 20 April 2011 | 01:00:06 WITA | 194 HITS
Jelang Pementasan Epos I La Galigo
Pencarian Cinta Sejati Sawerigading

int
ADEGAN CINTA. Salah satu adegan pementasan I La Galigo.
BERITA TERKAIT:
» I La Galigo Harus Jadi Identitas Sulsel
» I La Galigo: Sumber Pengetahuan dan Identitas Masyarakat
» Libatkan Belasan Mahasiswa UNM
» Pementasan I La Galigo Untungkan Makassar
» Pemeran Tiba, Puang Saidi Sakit
SUREQ Galigo berisi kisah kehidupan dan pengembaraan Sawerigading, sekaligus pencarian cinta sejati. Epos ini juga memuat pesan moral. Kosmologi Sureq Galigo mencakup Boting Langi atau dunia atas, Ale Kawaq atau dunia tengah, serta Peretiwi atau dunia bawah.
Pementasan I La Galigo yang mengangkat kisah di dalam Sureq Galigo mengurai satu siklus kehidupan keturunan dewa. Pertunjukan yang disutradarai Robert Wilson dibagi menjadi sepuluh adegan mulai dari penciptaan, pengisian, pengosongan, hingga pembaruan dunia tengah.

Adegan dimulai penciptaan dunia tengah dengan turunnya penghuni Boting Langi yang disebut Tomanurung dan penghuni Peretiwi yang disebut Totompo.

Datu Patotoe sebagai penguasa Boting Langi memilih putra tunggalnya dari sembilan bersaudara, Latoge Langi Batara Guru menjadi Tomanurung dan penguasa Kerajaan Luwu. Batara Guru memiliki permaisuri bernama We Nyilik Timo yang melahirkan anak laki-laki bernama Batara Lettu yang memperistri Datu Sengeng.

Pernikahan Batara Lettu dan Datu Sengeng inilah yang melahirkan kembar emas, Sawerigading dan We Tenriabeng. Bagi orang Bugis, kembar emas berarti keramat dan harus dipisahkan. Begitupula dengan Sawerigading dan We Tenriabeng.

Inti cerita ini adalah cinta terlarang Sawerigading dan We Tenriabeng. Sawerigading terpesona pada kecantikan, lekuk tubuh, dan wajah saudara kembarnya itu.

Menyadari pantangan menikahi saudara, We Tenriabeng menyarankan Sawerigading ke China menemui putri raja bernama We Cudaiq. Putri ini memiliki kemiripan wajah dan tubuh dengan We Tenriabeng.

Adegan berlanjut dengan penebangan pohon Welenreng, pohon paling besar dan suci di dunia yang lingkaran batangnya tujuh ribu depa dan tingginya tiga ribu depa. Pohon ini yang akan dijadikan kapal menuju China.

Namun, saat pohon Welenreng tumbang setelah ditebang menggunakan kapak manurung dari Boting Langi, tiba-tiba meluncur ke dunia bawah atau Peretiwi. Namun, setelah peristiwa magis terjadi, muncul menjadi tujuh buah perahu dan digunakan Sawerigading ke China.

Klimaks cerita pada adegan kedelapan dari pertunjukan I La Galigo ketika takdir diingkari. Raja dan ratu China telah menerima lamaran Sawerigading. Namun We Cudaiq menolak setelah mendengar kabar burung bahwa Sawerigading seorang barbar.

Dayang-dayang We Cudaiq mendeskripsikan seorang oro yang berkulit legam yang duduk di geladak kapal dan dinaungi payung kerajaan sebagai Sawerigading. Kabar inilah yang didengar We Cudaiq sehingga membatalkan lamaran Sawerigading dan mengembalikan mahar. Kehormatan menuntut Sawerigading mengumumkan perang. Apalagi pengembalian mahar yang telah dikirimkan tidak sesuai perjanjian. Kerajaan China dibumihanguskan kecuali Istana Latanete yang menjadi kediaman We Cudaiq.

Bujukan raja untuk menyerah diterima We Cudaiq dengan syarat kerajaannya dikembalikan, tidak ada pesta pernikahan, dan wajah Sawerigading tidak akan ditatapnya pada siang hari. We Cudaiq mengunci diri di dalam istana.

Angin menyampaikan pesan dari We Tenriabeng kepada Sawerigading bahwa We Cudaiq adalah takdirnya dan harus terus dikejar. Dua kucing ajaib, Mikomiko yang ekornya bagaikan obor serta kucing belang Meompalo mengantar Sawerigading ke kamar We Cudaiq.

Kunjungan malam Sawerigading diterima We Cudaiq, tetapi tetap tidak mau melihat wajahnya atau mengizinkan suaminya itu menginap sampai subuh. Sawerigading sempat menyerah karena belum dapat menaklukkan hati We Cudaiq.

Namun, cerita Orosada yang berkepala dua dan bertolak belakang ujung dahinya akhirnya melumerkan hati We Cudaiq. Tak lama, We Cudaiq hamil. Namun, malu karena pernah menolak lamaran Sawerigading, We Cudaiq yang telah melahirkan bayi yang diberi nama I La Galigo memerintahkan dayang-dayangnya agar melemparkan bayi itu ke anjing.

Sawerigading menyelamatkan putranya dan membawa I La Galigo meninggalkan China menuju ke timur di Mario. I La Galigo dibesarkan di Mario dengan Raja Jampu sebagai inang pengasuh.

Tahun-tahun berlalu, We Cudaiq yang sendirian akhirnya merasa rindu untuk melihat putranya. Raja China lalu membuat adu ayam jago. Di antara pemain sabung ayam, dia melihat seorang anak bersama ayahnya yang tak lain adalah I La Galigo dan Sawerigading.

Pada epilog pementasan epos I La Galigo, Sawerigading melanggar sumpahnya dan kembali ke Tana Luwu. Penguasa Boting Langi, Datu Patotoe menyatakan penyucian Dunia Tengah.

Sawerigading menjadi penguasa Peretiwi dan We Tenriabeng penguasa Boting Langi. Kekacauan kemudian terjadi dan pada saatnya, putri Sawerigading dan putra We Tenriabeng dikirim ke Dunia Tengah. (rif)